Herman Khaeron Soroti Kinerja PT Pelindo III dan PT Angkasa Pura I di Jatim
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron saat kunjungan kerja spesifik Komisi VI DPR RI di Jawa Timur, Senin (23/11/2020). Foto : Nadia/Man
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan namun juga berdampak sangat signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun 2020 tercatat minus 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi negatif tersebut masih berlanjut di kuartal III tahun 2020, di mana pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar minus 3,49 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia tengah menghadapi ancaman resesi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Melihat situasi dan kondisi tersebut, peranan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sebagai agent of development beserta seluruh anak perusahaannya menjadi sangat vital. Diharapkan seluruh BUMN mampu menjadi motor penggerak serta berkontribusi secara aktif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Dari apa yang telah dipaparkan, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi kinerja direksi Pelindo III yang dinilai cukup baik, baik itu kinerja perusahaan maupun kinerja keuangannya. “Hal ini merupakan suatu keseriusan yang patut di apresiasi, sehingga dapat menghasilkan output yang baik, dan indikator itu juga yang menyebabkan kinerja PT Pelindo III di Jawa Timur menjadi baik,” ujar Herman di Jawa Timur, Senin (23/11/2020).
Selain itu, Herman juga mengevaluasi kinerja Angkasa Pura I Jawa Timur. Beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT. Angkasa Pura I mempresentasikan roadmap-nya sampai tahun 2027. Herman menilai ada keoptimisan dari AP I, baik dari sisi kinerja perusahaan, pengembangan, perusahaan, dan keuangannya. Namun, saat pandemi ini menghantam, beberapa bandara di Jatim mengalami kerugian hampir 40 persen. Itu juga yang menyebabkan terjadinya penurunan kinerja dan sangat mempengaruhi terhadap kinerja keuangannya.
“Apa persoalannya? Sejak lama sebetulnya kami tangkap, terlalu banyaknya bandara ini juga tidak baik. Akhirnya antar bandara saling berkompetisi. Di Bandara Juanda itu ada dua bandara yang dalam pengelolaan yang berbeda. Kenapa tidak bisa di integrasikan, kemudian di konsolidasikan untuk menjadi korporasi yang lebih baik yang lebih sehat,”tandasnya.
Terakhir, Herman juga menyoroti pembangunan bandara yang seharusnya lebih hemat energi. Karena kemegahan dengan menggunakan banyak kaca, kebutuhan energinya menjadi lebih banyak, dikarenakan banyaknya penggunaan Air Conditioner. Jika energi lebih banyak, maka secara otomatis cost operasionalnya semakin tinggi. Padahal di sisi lain para tenant di bandara dapat membantu pendapatan, justru hal itu tidak terlaksana karena situasi pandemi seperti sekarang ini. (ndy/es)